Saturday, August 22, 2020

NB#5: Lisabona Rahman;Merayakan "Lewat Djam Malam" di Criterion & Kisah-Kisah Kearsipan Film Lainnya

 Nongkrong Bareng #5.

Merayakan  Rilisnya DVD “Lewat Djam Malam” oleh Criterion: 

Restorasi Film “Lewat Djam Malam” dan Kisah-Kisah  Kearsipan Film lainnya.

NB:  Lisabona Rahman (Arsiparis Film lepas, Berlin).


Premiere hari ini! Pukul 16.00 WIB.

https://www.youtube.com/watch?v=-eNjAU2Q058 


Bulan depan, tepatnya 29  September 2020, "Lewat Djam Malam" (After Curfew, Usmar Ismail 1954) akan diedarkan oleh Criterion, sebuah institusi distribusi DVD bergengsi!  NB mengundang  Lisabona Rahman (arsiparis film lepas yang bekerja di Berlin), salah satu sosok penting di balik restorasi film ini. 

Simak diskusi NB seputar hiruk pikuk dan pergulatan merestorasi "Lewat Djam Malam":  dari cetusan awal, ihwal keterlibatan Martin Scorsese dan World Cinema Foundation, hingga diputar di Cannes Classics 2011 dan akhirnya akan dirilis di Criterion.  Tidak hanya diskusi perihal politik budaya dan juga geopolitik budaya pos-kolonial, tapi juga kisah di balik dapur dan trivia yang belum banyak diketahui publik.


Tak  hanya itu, diskusi Jakarta-Brussels-Berlin membahas panjang lebar soal kearsipan film di Indonesia, termasuk restorasi dan preservasi film. Di antaranya, tentang   Sahabat Sinematek yang terinspirasi dari sebuah lembaga independen pendukung bagi National Sound and Film Archive (NSFA), pengalaman Lisabona dalam proses restorasi 4 film Indonesia (termasuk "Aladin" dan "Darah dan Doa"). 

Lisabona dengan analisa yang tajam mengkritisi proses  4 film yang direstorasi secara publik ("Darah dan Doa", "Pagar Kawat Berduri", "Bintang Kecil", dan "Kereta Api Terakhir"),  dan bagaimana politik budaya dan politik selera bekerja. Juga soal keterlibatannya dalam semacam “board of Curators” yang diinisiasi Pusbang Film. Tak lupa, NB membahas juga tentang upaya restorasi film lainnya, seperti "Violetta", dan  "Antara Bumi dan Langit", juga Flik.


Tentu saja, kita membahas harapan dan impian. Misalnya, angin segar kemajuan juga dibahas, seperti disahkannya  Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam yan'g mengamanahkan Perpustakaan Nasional sebagai "national repository", yang berfungsi semacam Library of Congress,  termasuk sebagai “gudang” arsip film. Juga seputar kegiatan Arsip Nasional mengundang para arsipatoris film untuk mengadakan pelatihan.

Juga mengapa Lisabona menyatakan bahwa “Restorasi adalah masalah intepretasi”, dan menekankan pentingnya  mata pelajaran “apresiasi seni” dalam kurikulum sekolah, termasuk apresiasi film.

Durasi boleh jadi satu jam lebih sedikit, tapi diskusinya sudah bernilai 2 SKS terkait seluk beluk (atau carut marut?) kearsipan film. Termasuk berbagai kiat dan peluang karir!


Beberapa saat sebelum wawancara terjadi, ada berita Irwan Usmar Ismail,  wafat. Alfatihah.

Friday, August 7, 2020

The book is out: "Southeast Asia on Screen From Independence to Financial Crisis (1945-1998)"

Finally!

"Southeast Asia on Screen From Independence to Financial Crisis (1945-1998)" (co-edited by  Gaik Cheng Khoo, Thomas Barker, Mary
 Ainslie, Amsterdam University Press, 2020) is out!

Do get your university library to order the book. You can use this discount code to get a 20% discount that's valid until 30 September: "Pub_SoutheastAsiaonScreen"

I co-wrote a chapter with Thomas Barker titled Transnational Exploitation Cinema in Southeast Asia: the Cases of Indonesia and the Philippines


More details: visit https://www.aup.nl/en/book/9789462989344/southeast-asia-on-screen (free download of e-flyer and preview of Table of Content and Introduction)